Thursday, February 08, 2007

Keputusan aneh

Brondi, kolega Johan yang bertugas di Valetta baru tiba di Roma untuk liburan selama 4 hari. Brondi adalah temannya satu angkatan saat kuliah dulu, sehingga keluarga Brondi dan keluarga Johan cukup akrab.

Saat makan malam di Hard Rock café Roma, Brondi mengeluh bahwa di kantornya akhir-akhir ini banyak sekali peraturan baru yang aneh-aneh, sehingga bukannya meningkatkan prestasi kerja tetapi malah menimbulkan banyak permasalahan.

Salah satu yang dicontohkan Brondi adalah masalah perubahan jam kerja. Dahulu masuk kerja adalah 8.30, istirahat 12.30 dan pulang 16.30. Namun sekarang semuanya dimundurkan 30 menit. “Tidak apa-apa sih, gak ngaruh !” “Tapi alasannya itu lho yang aneh” begitu cerita Brondi.

Ini alasannya : para pegawai memang datang ke kantor jam 8.30, menulis buku absen, kemudian keluar kantor lagi untuk sarapan dan minum kopi. Mereka baru kembali jam 9.00. Nah dari pada begitu, Direktur HRD berinisiatif untuk memundurkan saja jam kerjanya 30 menit menjadi jam 9.00.

Yang terjadi setelah jam kerja dimundurkan : para pegawai datang ke kantor jam 9.00, kemudian keluar lagi untuk sarapan dan minum kopi, mereka baru kembali jam 9.30.

Apakah melihat hal ini tahun depan Direktur HRD akan memundurkan jam kerja 30 menit lagi ?

Mendengar hal itu Johan senyum-senyum saja, sebab Direktur yang mengambil keputusan aneh bukan monopoli direktur di Valetta saja, di banyak kantor tempat kolega Johan yang lain pun juga ada. Bahkan di Kantor Pusat tak kurang banyaknya keputusan aneh yang diambil.

Keputusan yang mendapat protes keras ataupun hanya ditertawakan saja, walaupun jelas tidak sesuai masih banyak yang tetap dijalankan. Katanya “Pak Menteri sudah tanda tangan, kalau langsung direvisi nanti menurunkan wibawa.” begitulah alasannnya bila ditanya “kok sudah tahu sulit dijalankan, tidak mau direvisi ?” Atau : “Presiden saja bikin keputusan aneh, mosok kita gak boleh.”

Begitulah, apa mau dikata, para pemegang kendali dan para penguasa kantor sudah mengambil keputusan. Kita sebagai pegawai manut saja. Apalagi sudah diberi barikade anda pegawai kelas dua, kami pegawai kelas utama. -antz-

Saturday, February 03, 2007

Detik-detik yang menentukan

Jum’at kemarin saya menerima kiriman sebuah buku berjudul “Detik-detik yang menentukan : Jalan panjang Indonesia menuju demokrasi” yang diberikan oleh penulisnya sendiri yaitu bapak B.J. Habibie. Di sampulnya tertulis “untuk sdr. Sugianto Hadiwibowo“ dan ditandatangani oleh Pak Habibie tgl 28 Nopember 2006.

Buku tersebut pada saat permulaan diluncurkan kepada masyarakat luas, sempat menimbulkan kehebohan dan bahkan tokoh sejarah yang disebutkan hendak membuat buku tandingan.


Secara umum buku yang memuat deskriptif proses disekitar lengsernya Pak Harto, ditulis berdasarkan catatan harian beliau sendiri.


Pak Habibie adalah tokoh perubahan Indonesia yang sebenarnya. Karena pada masa beliaulah lembaga Kepresidenan yang dulu sangat “angker”, menjadi lebih “membumi”. Dahulu seorang Presiden bagaikan Dewa yang diberhalakan dan tidak boleh ditentang, namun pada masa Habiebie, beliau dengan rasional dan penuh keberanian, membuang segala status berhala tersebut.


Selain itu perubahan-perubahan besar di lembaga pemerintahan lainnya pun dilahirkan pada masa kepresidenan Habibie. Dan tak luput “kerikil dalam sepatu” diplomasi Indonesia pun dibuang pada masa beliau.


Langkah beliau yang kontroversial dengan referendum di propinsi Timor Timur ini sesungguhnya sangat tepat, namun sangat disesali banyak kalangan, terutama militer. Dilihat dari sejarah, propinsi Timor Timur ini jelas bukan jajahan Belanda. Padahal Indonesia yang diproklamirkan pada tgl 17 Agustus 1945 adalah seluruh teritorial jajahan Belanda. -antz-