Tuesday, June 27, 2006

Sibuk

Suatu hari pimpinan kantor menanyakan mengapa pada bagian Qwe jarang membuat laporan situasi. Entah untuk pembelaan diri atau hal lain, pejabat tersebut memberikan alasan bahwa dirinya sangat sibuk dengan berbagai kegiatan yang sangat mendesak sehingga membuat laporan menjadi sedikit terlupakan. Padahal membuat laporan adalah salah satu tugas pokok mengapa dirinya berada di kantor tersebut.

Sibuk, hampir selalu dilekatkan dengan pejabat, orang penting, tokoh atau orang terkenal. Orang kaya pun hampir selalu diidentikan juga dengan orang sibuk. Apakah memang demikian ?

Contoh : saat ramai pemberitaan tentang anak kurang gizi di Jakarta, setelah ditelusuri kasus tersebut terjadi karena kedua orang tuanya sibuk mencari nafkah sebagai pedagang di pasar, sehingga tidak sempat memperhatikan kesehatan anak balitanya apalagi membawanya ke puskesmas yang hanya berjarak 300 m dari rumahnya.

Jadi ternyata sibuk milik semua orang, baik orang kaya atau orang miskin, orang terkenal atau orang tidak dikenal, tokoh penting atau bukan tokoh dan tidak penting, dan sebagainya.

Dalam buku The One Minute Manajer®, Kenneth Blanchard dan Spencer Johnson mengatakan bahwa menejer yang efektif akan mempunyai banyak waktu sebab menejer yang efektif hanya memerlukan waktu sedikit saja (satu menit) untuk melakukan penetapan sasaran, melakukan pujian atau melakukan teguran.

Dalam buku Rich Dad Poor Dad® karya Robert T Kyosaki, disebutkan bahwa orang yang benar-benar kaya ternyata memiliki banyak waktu. Sedangkan orang-orang yang sepertinya kaya atau setengah kaya atau tidak kaya ternyata adalah orang yang paling sibuk.

Dapat diartikan bahwa sibuk identik dengan tidak efektif, sehingga tidak produktif yang berakibat penurunan pada pendapatan. Bila seseorang beralasan sibuk atas kealpaan terhadap tugas pokok, maka yang bersangkutan mendapat dua kesalahan yakni tidak bekerja dengan efektif dan beralasan untuk menghindar dari tugas pokok. **antz**

Budaya instan

Instant bisa diartikan cepat ada. Dalam masyarakat kita lebih mungkin populer dalam bentuk mi instan alias mi yang dapat cepat disajikan dan dimakan, atau TelkomNet instan yaitu layanan cepat untuk berinternet dari Telkom.

Budaya instan belum masuk dalam kamus Wikipedia, tapi secara umum sering diartikan budaya yang ingin serba cepat ada tanpa mau melalui suatu proses. Misalnya ingin cepat menjadi kaya tanpa proses perjuangan yang berat, ingin cepat menghasilkan untung tanpa perlu pusing proses produksi, ingin cepat menduduki jabatan tinggi tanpa perlu meniti karir, dan masih banyak lagi keinginan cepat menjadi sesuatu tanpa proses, yang biasanya sebuah proses adalah sebuah perjuangan yang berliku, berat dan terkadang perlu pengorbanan yang tidak sedikit.

Dalam keinginan cepat ada tersebut banyak orang tertipu. Para penipu ini memang jeli memanfaatkan sifat serakah manusia yang ingin serba cepat. Keinginan cepat kaya tanpa proses, memudahkan kita tergiur oleh iming-iming tawaran capat kaya tanpa bekerja.

Saya teringat beberapa tahun yang lalu, sekitar tahun 2000, teman saya menawarkan untuk berinventasi di sektor perkebunan/pertanian, yang katanya dapat menghasilkan laba hingga 400 persen yang secara kontinyu akan dikirim kepada investor.

Dalam pikiran saya hal tersebut “terlalu muluk untuk terwujud”, apalagi baru berlalu pengalaman keluarga saya berinvestasi tanaman palawija di Garut. Dari pengalaman keluarga saya, usaha pertanian memang menjanjikan panen berlimpah dan untung besar dengan syarat bahwa cuaca mendukung untuk hasil panen yang baik serta tidak ada calo atau tekngkulak beroperasi.

Dalam kenyataannya cuaca baik itu tidak kontinyu, dan praktek tengkulak telah menjadi mafia perdagangan yang sulit untuk dikatakan secara kontinyu aman dilalui. Sehingga praktis untung besar tidak akan kontinyu mampir di pangkuan kita. Dan kenyataannya perkebunan/pertanian yang diinvestori teman-teman saya akhirnya bermasalah.

Baru-baru ini ada seorang pejabat BUMN yang juga memiliki usaha sendiri, katakan Mr. XYZ dari Indonesia terlibat masalah dengan “investor” asing dan malah nyawanya hampir melayang gara-gara percaya iklan investasi dari seseorang yang mengaku ahli waris seorang tokoh yang mewarisi sejumlah uang yang jumlahnya fantastis. Setelah ditelusuri ternyata Mr. XYZ ini berhubungan dengan para penipu yang selalu mengirim e-mail secara random untuk menjaring calon-calon mangsanya.

Mr. XYZ punya jabatan penting dan tentunya berpendidikan cukup baik, tapi kenapa masih tertipu oleh tawaran yang “terlalu muluk untuk terwujud” ? ya itulah salah satu contoh budaya instan dan tentunya manusiawi toh pengen cepet kaya………..**antz**

Thursday, June 22, 2006

Bekerja secara Profesional

Sering sekali kita mengucapkan dan mendengar kata profesional. Menurut Wikipedia kata profesional berarti kegiatan jasa yang ditukar dengan sejumlah uang, dimana jasa yang diberikan tersebut terikat dengan etik, prosedur, standar dan ilmu pengetahuan tertentu yang disertifikasi. Dalam artian yang diperluas profesional berarti seseorang yang ahli dalam suatu bidang tertentu.

Dalam dunia olah raga, profesional berarti atlet yang berkiprah untuk sejumlah uang sebagai imbalan. Lawan dari itu adalah amatir, yaitu atlet yang berkiprah bukan untuk uang tetapi untuk almamater atau lainnya.

Kemarin dalam Rapat Staf, Pimpinan kami memberi cambuk selama 3 jam tentang apa yang harus dilakukan oleh para Diplomat Profesional, sebab menurut Beliau kinerja staf selama ini kurang profesional, dalam arti terlalu banyak tugas pokok yang diabaikan.

Tugas pokok diplomat di luar negeri diantaranya adalah membangun citra Indonesia, memajukan Indonesia dengan cara menarik investor dan wisatawan, meningkatkan ekspor, membangun pasar serta mengekpos (mengekspor) kebudayaan Indonesia. Sehingga diplomat tidak diharapkan menjadi wisatawan Indonesia yang dibayar negara di luar negeri.

Beliau tidak menghendaki beberapa staf pontang panting mengikuti irama kerja pimpinan sedangkan beberapa staf lainnya hanya duduk santai karena tidak bisa / tidak mau mengikuti irama pimpinan. Beliau mengharapkan semua staf disiplin pada tugas pokok.

Disiplin pada tugas pokok akan membuat kita mahir dalam mengelola waktu, program kerja, jadwal kegiatan dan mengelola staf bawahan. Sehingga pimpinan tidak perlu terlalu jauh ikut mencampuri hal-hal yang sangat teknis. Hal-hal teknis seharusnya telah dikuasai dan merupakan inisiatif staf pelaksana.

Di koran Jawa Pos saya membaca tentang kinerja profesioanl yang lain yang dipertunjukkan oleh seorang gadis muda. Hal yang perlu dicontoh bagaimana prinsip bekerja secara profesional diterapkan.

Kemampuan Agnes Monica dalam menyanyi dan menari sudah tidak terbantahkan lagi. Tapi, apa jadinya jika Agnes memainkan adegan action, berkelahi, sampai bergelantungan di atas tali. Inilah yang bakal disuguhkan Agnes kepada penggemarnya melalui klip video barunya, Tak Ada Logika.

Konsekuensinya, Agnes harus lebih keras lagi berlatih. Setiap hari diisi dengan kegiatan fitness, jogging, dan latihan menari. Agnes juga melakukan diet ketat untuk penampilannya kali ini. "Aku hanya makan protein, tidak ada karbohidrat sama sekali. Kalau lagi capek banget baru makan roti gandum satu slice," tambahnya. Meski mengaku kangen makan nasi, tapi Agnes berusaha profesional demi kelancaran klip video dan kesehatannya di masa depan. Dia berharap video yang didanainya sendiri itu dapat sesuai dengan impian. "Puasnya beda kalau memang sesuai dengan idealisme kita," tegas Agnes. ***antz***