Tuesday, June 27, 2006

Budaya instan

Instant bisa diartikan cepat ada. Dalam masyarakat kita lebih mungkin populer dalam bentuk mi instan alias mi yang dapat cepat disajikan dan dimakan, atau TelkomNet instan yaitu layanan cepat untuk berinternet dari Telkom.

Budaya instan belum masuk dalam kamus Wikipedia, tapi secara umum sering diartikan budaya yang ingin serba cepat ada tanpa mau melalui suatu proses. Misalnya ingin cepat menjadi kaya tanpa proses perjuangan yang berat, ingin cepat menghasilkan untung tanpa perlu pusing proses produksi, ingin cepat menduduki jabatan tinggi tanpa perlu meniti karir, dan masih banyak lagi keinginan cepat menjadi sesuatu tanpa proses, yang biasanya sebuah proses adalah sebuah perjuangan yang berliku, berat dan terkadang perlu pengorbanan yang tidak sedikit.

Dalam keinginan cepat ada tersebut banyak orang tertipu. Para penipu ini memang jeli memanfaatkan sifat serakah manusia yang ingin serba cepat. Keinginan cepat kaya tanpa proses, memudahkan kita tergiur oleh iming-iming tawaran capat kaya tanpa bekerja.

Saya teringat beberapa tahun yang lalu, sekitar tahun 2000, teman saya menawarkan untuk berinventasi di sektor perkebunan/pertanian, yang katanya dapat menghasilkan laba hingga 400 persen yang secara kontinyu akan dikirim kepada investor.

Dalam pikiran saya hal tersebut “terlalu muluk untuk terwujud”, apalagi baru berlalu pengalaman keluarga saya berinvestasi tanaman palawija di Garut. Dari pengalaman keluarga saya, usaha pertanian memang menjanjikan panen berlimpah dan untung besar dengan syarat bahwa cuaca mendukung untuk hasil panen yang baik serta tidak ada calo atau tekngkulak beroperasi.

Dalam kenyataannya cuaca baik itu tidak kontinyu, dan praktek tengkulak telah menjadi mafia perdagangan yang sulit untuk dikatakan secara kontinyu aman dilalui. Sehingga praktis untung besar tidak akan kontinyu mampir di pangkuan kita. Dan kenyataannya perkebunan/pertanian yang diinvestori teman-teman saya akhirnya bermasalah.

Baru-baru ini ada seorang pejabat BUMN yang juga memiliki usaha sendiri, katakan Mr. XYZ dari Indonesia terlibat masalah dengan “investor” asing dan malah nyawanya hampir melayang gara-gara percaya iklan investasi dari seseorang yang mengaku ahli waris seorang tokoh yang mewarisi sejumlah uang yang jumlahnya fantastis. Setelah ditelusuri ternyata Mr. XYZ ini berhubungan dengan para penipu yang selalu mengirim e-mail secara random untuk menjaring calon-calon mangsanya.

Mr. XYZ punya jabatan penting dan tentunya berpendidikan cukup baik, tapi kenapa masih tertipu oleh tawaran yang “terlalu muluk untuk terwujud” ? ya itulah salah satu contoh budaya instan dan tentunya manusiawi toh pengen cepet kaya………..**antz**

No comments: