Tuesday, November 28, 2006

Kota Vatikan

Dominik, kawan lama Johan di Jakarta, akan berdinas di Roma selama 5 hari. Dia mendapat undangan untuk meninjau sebuah UKM (usaha kecil dan menengah) yang memproduksi kerajinan kulit. Dominik berminat sekali untuk memproses kulit menjadi sehalus buatan Italia.

Dalam kunjungannya ini Dominik ingin sekali melihat Vatican City. Namun dia tidak mengetahui dimana sih sesungguhnya Vatican City itu ?

Kebetulan dia mempunyai seorang kawan yang tinggal di Roma, maka diapun mengontak Johan, untuk mencari tahu dimana Vatican City itu.

Vatican menjadi negara tersendiri (disebut Vatican City) sejak tahun 1929 ketika perjanjian Lateran ditetapkan dalam “Roman Issue” antara Gereja dan Republik Italia. Luas kota Vatican sekitar 40 hektar dan berada dalam kota Roma. Penduduknya sekitar 1000 jiwa.

Untuk menuju Vatican dibutuhkan visa Italia (scengen) karena anda akan mendarat di bandara kota Roma (bandara Fiumicino). Objek wisata di kota Vatikan adalah Gereja San Pietro (St Peter’s Basilica), didalamnya kita dapat melihat Tomb of St. Peter, Sacred Grotos, museum Vatikan, Michelangelo’s Dome setinggi 136 m dan The Swiss Guard (tentara kota Vatikan dengan seragam garis-garis berwarna oranye dan biru).


Dalam foto adalah gerbang menuju kota Vatikan, untuk dapat masuk ke gerbang itu membutuhkan surat ijin khusus. Dan tembok yang memanjang adalah batas kota Vatican dari sisi sebelah Barat.

Friday, November 17, 2006

Promosi Citra

Roma, Sugianto. Dalam berinteraksi sosial, citra seseorang selalu menjadi bahan pertimbangan untuk hubungan lebih lanjut. Begitu pula citra sebuah negara. Dalam pergaulan internasional citra sebuah negara akan berpengaruh pada warga negaranya saat berada di luar negeri. Begitu pula warga negara lain akan melihat citra sebuah negara yang akan dikunjunginya baik sekedar kunjungan wisata ataupun kunjungan bersifat ekonomi.

Apa yang mempengaruhi citra sebuah negara ? Opini !

Ya, opini akan berpengaruh besar dalam membentuk citra sebuah negara. Sebuah negara yang diberitakan secara terus menerus dalam posisi jelek akan terbentuk citra yang jelek dimata internasional. Begitu pula sebaliknya.

Promosi citra sesungguhnya adalah pertarungan opini baik di luar maupun di dalam negeri. Pembentukan opini positif yang terus menerus di dalam negeri akan mengimbas pada opini di luar negeri yang positif pula. Begitu pula bila sebaliknya, opini di luar negeri selalu mengikuti opini di dalam negeri.

Untuk membuat opini positif yang terus menerus, maka dibutuhkan kerjasama dan koordinasi dari semua pihak baik pemerintah, swasta, kelompok maupun perorangan untuk terus menerus berperilaku positif. Bila tidak, maka negara hanya akan menemukan tugas para promotor citra di luar negeri yang hipokrit, yang menisbikan keadaan di dalam negerinya.

Jadi pertanyaannya adalah “apakah sebuah kepercayaan itu diminta atau diberikan ?” karena citra adalah bentuk lain dari kepercayaan.

Thursday, November 09, 2006

Demo anti RUU APP

Saat kami sekeluarga sedang jalan-jalan di kota Firenze, Italia, kebetulan sedang ada demo menentang RUU APP oleh David dan temannya atas koordinasi LSM pimpinan Michaelangelo.

Mereka berdemo dengan cara memajang diri tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya, di depan lapangan dekat pasar kulit terkenal.

Wednesday, November 01, 2006

Pahlawan digital

Roma, Sugianto. Pada bulan Nopember ini sebentar lagi kita akan memperingati Hari Pahlawan. Yang kita peringati tentu jasa-jasa, semangat, mental, nilai perjuangan dan patriotisme mereka yang telah berkorban untuk mempertahankan dan membela negara dan bangsa Indonesia dari segala ancaman dan gangguan yang hendak menhancurkan dan menjajah negeri ini.

Dahulu para penjajah yang hendak kita perangi sangat terlihat jelas. Senjata merekapun sangat menakutkan dan dapat membunuh manusia dengan seketika dan mengenaskan. Saat ini, di abad informasi digital, para penjajah sangat samar, dengan senjata yang sangat menyenangkan dan membuai. Akibat dari senjata itupun tidak segera terlihat, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyadari kerusakan dari senjata penjajah abad digital ini. Namun hal yang tetap sama dari para penjajah adalah motifnya, yaitu penguasaan ekonomi.

Televisi sebagai media informasi digital yang menghadirkan suara dan gambar yang sangat baik, termasuk senjata favorit yang digunakan para penjajah untuk menguasai perekonomian sebuah negara. Berita-berita yang menggiring opini dunia, iklan-iklan produk kebahagiaan dan kenyamanan dunia, video klip yang menjadi panutan mode dan metode hidup enak tanpa kerja serta konsumerisme dihadirkan dengan terus menerus selama 24 jam, 7 hari seminggu alias non-stop terus-menerus.

Akibat informasi bombastis media televisi tersebut, dapat terlihat dari mulai anak-anak sampai pertumbuhan ekonomi nasional negara.

Anak-anak lebih mencintai televisi daripada bermain yang kreatif atau membaca bahkan ada yang selalu merengek meminta mainan yang diiklankan di televisi. Anak-anak korban mode selalu iri bila ada temannya yang memiliki mainan atau barang-barang tertentu yang diiklankan di televisi secara terus-menerus. Para remaja korban mode lebih heboh lagi, mereka berpakaian ala artis di video klip, menganggap merokok dan dugem adalah modern dan gaul. Anak-anak tumbuh dalam sikap konsumerisme yang akut.

Dalam skala yang lebih besar, informasi televisi telah mengubah persepsi masyarakat tentang kekayaan, tentang kesuksesan, tentang bekerja dan segi-segi kehidupan lain. Lihatlah pertumbuhan ekonomi negara kita, berapa persennya yang terjadi dari nilai tambah produksi ? dan berapa persennya yang terjadi karena meningkatnya konsumsi ?

Peningkatan konsumsi yang lebih tinggi dari peningkatan produksi hanya akan mengakibatkan keluarnya devisa negara secara teratur dan semakin besar ke luar negeri. Dan keluarnya devisa yang lebih besar dari pemasukan, akan mengakibatkan negara dalam posisi tawar yang rendah di forum internasional. Dengan kata lain negara telah tergadai.

Opini yang didengung-dengungkan secara terus menerus oleh para “ahli ekonomi dunia” sesungguhnya adalah demi kepentingan mereka. Contoh paling nyata adalah masalah subsidi. Misalnya di Italia sebagai negara yang termasuk kelompok 8 negara ekonomi besar dunia (G8). Lihatlah proteksi produk dasar dan pertaniannya, bandingkan dengan proteksi produk dasar dan pertanian kita.

Dalam negara yang sebagian besar penduduknya telah sangat konsumtif, perlu banyak pahlawan setingkat kemampuan Superman untuk dapat membalikkan keadaan dengan cepat. Dan tentunya Superman hanya ada di dunia fiksi.

Bagaimana di dunia nyata ?

Didunia nyata para pahlawan tentunya manusia biasa, yang melakukan perubahan dengan strategi jangka panjang, dalam skala kecil tetapi hasilnya pasti dan berdampak luas dikemudian hari. Banyak sekali pahlawan tersebut hadir disekeliling kita tanpa kita ketahui. Mereka bukan aktifis LSM, bukan pejabat, bukan tokoh terkenal, bukan ulama, bukan konglomerat, ataupun seorang ahli. Mereka adalah orang tua yang mendidik anak-anaknya untuk tidak kecanduan televisi, mendidik anak-anaknya untuk tidak konsumtif, dan mendidik anak-anaknya agar menjauhi hidup yang tidak sesuai dengan nilai agama.

Semua kan tergantung orangnya. Biarpun televisi ngiklanin habis-habisan suatu produk, kalo gak kita tanggepin sih gak akan ngaruh !”

Betul !

Namun manusia adalah mahluk kebiasaan. Hari pertama sampai bulan pertama informasi “A” dianggap salah, namun karena setiap hari mendengar informasi “A”, maka lama-lama “A” akan dianggap suatu kebenaran dan akhirnya akan diikuti.