Sunday, May 13, 2007

Kaget menjadi penguasa

Seminggu yang lalu Johan bertemu dengan kawannya, Matocil, yang sekarang menjadi pemimpin sementara di kantornya karena bos lamanya telah 4 bulan yang lalu menduduki jabatan baru di Perusahaan lain sementara bos barunya belum ada.

Sebetulnya sebutan pemimpin sementara rasanya kurang tepat, karena kata “pemimpin” merupakan kata-kata untuk mutu mentalitas orang tersebut. Sedangkan semua orang di kantor itu tau dengan persis “watak macam apa yang dimiliki orang tersebut”. Wataknya sangat jauh dari watak seorang pemimpin. Lebih tepat adalah kata “penguasa sementara” sebab memang orang tersebut seolah “kaget” kok tiba-tiba menjadi orang nomor satu di kantor ini.

Matocil diangkat menjadi penguasa sementara karena sistem organisasinya yang membuatnya berada pada posisi itu, bukan karena prestasinya. Dan watak dasarnya sebagai orang yang arogan, haus penghargaan, serta serakah, muncul dan meminta untuk dipuaskan dengan sepuas-puasnya. Ditambah lagi Matocil kurang bisa berhubungan dengan orang lain, sehingga ego sentrisnya kentara sekali.

Akibatnya baru beberapa hari berkuasa saja para stafnya sudah langsung merasakan aroma arogansi berupa bentakan dengan kata-kata yang dulunya kata-kata itu dia terima dari bosnya akibat ketidak becusannya bekerja –ceritanya dendam nih.

Dalam ceritanya, Matocil mengeluh karena semua orang di kantornya tidak bisa diajak kerjasama, semua bawahannya bego –istilah dia. Sehingga sekarang ini dia seolah bekerja sendiri –cieee bisanya.

Rupanya kekesalan para bawahannya muncapai puncaknya, sehingga datanglah ancaman dan gertakan terhadap Matocil, yang membuat hati Matocil menjadi tidak enak dan tertekan.

Johan hanya manggut-manggut saja mendengar cerita itu tanpa berkomentar, sebab Johan tahu persis watak arogan Matocil yang tidak akan dapat menerima sebuah nasehat dari kawan-kawannya, walaupun disampaikan dengan sangat lembut.

Johan hanya teringat kata-kata John Maxwell dulu, “menjadi pemimpin itu tidak seperti naik lift, pencet tombol dan sambil melamun pun bisa mengantar kita tiba di puncak”. -antz-

Sunday, May 06, 2007

Bulannya pendidikan

Bulan Mei ini memang bulannya pendidikan. Alasannya ? karena di bulan ini ada peringatan hari pendidikan nasional dan ada peringatan hari kebangkitan nasional, yang bangkit karena orang-orangnya terdidik. Juga ada hari buruh sedunia, dimana orang-orang itu menjadi buruh karena pendidikannya. Kemudian isteri saya ulang tahun di bulan ini (hubungannya apa ya?)

Peringatan hari pendidikan demi peringatan hari pendidikan terus dilakukan, setelah itu ???

Beberpa bulan yang lalu saya membaca berita di Kompas dengan judul “Wapres : mutu pendidikan SD / SMP sekarang rendah”. Kira-kira yang disebut “sekarang” oleh Wapres JK itu kurun waktu kapan ? Karena pada tahun 1997 tokoh-tokoh nasional juga sudah menyebutkan bahwa mutu lulusan perguruan tinggi Indonesia termasuk rendah. Terus dulu lagi dan lebih dulu lagi juga pernah disebutkan hal yang sama oleh orang yang berbeda.

Saya teringat waktu SD kemudian SMP dan juga SMA, saya termasuk siswa kategori payah untuk pelajaran “hafalan”. Maka waktu SMA dulu, saya ambil jurusan A1 (jurusan fisika) bukan untuk gagah-gagahan, tapi karena jurusan itulah yang tingkat hafalannya lebih sedikit (setidaknya menurut ukuran saya).

Juga dulu (nostalgia nih) saya termasuk siswa dengan ranking tidak pernah 10 besar. Satu-satunya ranking terbaik saya adalah ranking 11 saat saya kelas 3 SMA semester 1. Dan itu menjadi bahan ejekan para sepupu dan bibi saya saat silaturahmi lebaran. Karena saat lebaran mereka datang kerumah orang tua saya untuk menengok kakek saya (kakek saya tinggal dengan ortu saya). Maklum, mereka walau sekolah di kabupaten tetapi selalu rangkin 3 besar.

Tapi sebelum saya melanglang buana, saya sempat balas ejekan mereka (he he he he dasar !). Saat nilai ujian nasional (dulu NEM) saya dapat nilai rata-rata 7 tanpa satupun angka kurang dari 6, sedangkan sepupu-sepupu saya (yang sering mengejek) tidak ada yang mendapatkan angka diatas 5, satu mata pelajaranpun tidak. Dulu saya mentertawakan dan mengejek seperti ini (maafkan saya ya…. -maklum dulu saya masih remaja-) “lebih baik ranking 30 tapi di divisi A (kelas utama – kayak di sepak bola) daripada juara tapi di divisi D (kelas teri)”.

Membandingkan pelajaran di SD saya dulu dan pelajaran di SD anak saya sekarang yang kebetulan bukan di Indonesia (di Italia), terasa pelajaran SD di Indonesia lebih berat (karena disampaikan dalam bentuk ceramah satu arah) dan lebih banyak (terutama) hafalan. Pelajaran SD disini (Italia) lebih sedikit (hafalannya) dan dikemas dalam bentuk cerita. Siswa juga selalu diminta menuliskan sebuah cerita, misalkan ilmu bumi, cerita tentang bumi kita dll. Pelajaran “seram” seperti matematika-pun dikemas dalam bentuk cerita, sehingga membuat siswa SD tidak takut dengan matematika.

Saat akhir program sekolah, di lembar laporan siswa (= rapor) tidak tertera ranking, sebab menurut guru-gurunya, ranking tidak memberi dampak positif bagi siswa. Juga tidak tertera angka, yang ditulis adalah mutu kemampuannya misalnya istimewa, baik sekali, baik, cukup, dan kurang. Disertai pantauan guru-gurunya yang berupa hal-hal yang harus ditingkatkan dan juga saran perbaikan.

Mudah-mudahan hari pendidikan tahun ini ada perubahan berarti di lingkungan pendidikan terutama dasar dan menengah. Sehingga diharapkan para siswanya sanggup menjadi pembangkit dan motor kemajuan Indonesia dikemudian hari.-antz-

Saturday, May 05, 2007

Berkah dibalik musibah

Indonesia dalam tahun-tahun belakangan ini didera berbagai musibah, namun bila bangsa Indonesia sanggup melihat berkah dari setiap musibah, tentunya kesuksesan sudah menanti.

Cerita yang saya copy dari Bisnis Indonesia yang ditulis oleh Lisa Nuryanti seorang Managing Director Expands Consulting & Training Specialist yang berjudul Blessing in disguise, akan menjadi cerita yang baik untuk disampaikan.

Alkisah ada seorang pria buta huruf yang bekerja sebagai penjaga sebuah gereja di Amerika Serikat. Sudah sekitar 20 tahun dia bekerja di sana. Suatu hari pemimpin gereja itu dipindahkan ke tempat lain dan digantikan oleh pemimpin baru.

Pemimpin baru ini menerapkan aturan baru. Semua pekerja harus bisa membaca dan menulis agar mereka bisa mengerti pengumuman yang ditempel di papan pengumuman. Penjaga yang buta huruf itu terpaksa tidak bisa bekerja lagi.

Dia sangat sedih dan berjalan pulang dengan lemas. Dia tidak berani langsung pulang ke rumah, tidak berani langsung memberitahu isterinya. Dengan sedih dia berjalan pelan menelusuri jalanan.

Setelah hari gelap sampailah dia di sekitar pelabuhan. Dia pun ingin membeli tembakau. Tapi setelah mencari kemana-mana, setelah mengelilingi beberapa blok, tidak ada satu toko pun yang menjual tembakau. Tiba-tiba, dia berfikir "Tembakau sangat perlu. Tapi di sekitar sini tak ada yang jual tembakau. Aku ingin jualan tembakau saja ah."

Dia pun pulang, lalu dengan penuh semangat menceritakan idenya untuk berjualan tembakau kepada isterinya. Dia tidak lagi menyesali nasibnya yang baru saja kehilangan pekerjaan. Kemudian dia pun membuka kios tembakau. Ternyata tembakaunya laku keras.

Tak berapa lama, dia bisa membuka toko tembakau. Beberapa tahun kemudian dia bisa membuka beberapa cabang toko tembakau di tempat lain. Jadilah dia pedagang tembakau sukses.

Ketika sudah jadi orang kaya, dia pun pergi ke bank untuk membuka rekening. Tapi karena buta huruf, maka dia tidak bisa mengisi formulir. Karyawan bank berkata "Wah, Bapak yang buta huruf saja bisa punya uang sebanyak ini, apalagi kalau Bapak bisa membaca dan menulis, Bapak pasti lebih kaya lagi." Dengan tersenyum dia berkata "Kalau saya bisa membaca dan menulis, saya pasti masih menjadi penjaga gereja."

Waktu dia dipecat, dia merasa sedih, putus asa, dan mungkin menyesali kejadian itu. Peristiwa itu merupakan musibah. Tapi kini, dia bisa melihat bahwa mungkin nasibnya tidak akan berubah menjadi seperti sekarang kalau dulu dia tidak dipecat.

Apa yang dulu merupakan musibah, ternyata kini mendatangkan keberuntungan, menjadi berkah. Mari kita mencoba bersabar dan tabah dalam menghadapi apapun. Berdoa supaya bisa melihat berkah di balik musibah. Do not give up! See the blessings in disguise!

-antz-