Friday, July 28, 2006

Anak-anak adalah masa depan kita

Dulu waktu masih SMA saya sering mendengarkan lagunya George Benson “The greatest love of all”. Lagu itu (tahun 1977) mungkin ditujukan untuk Muhamad Ali, seorang petinju “The Greatest” pada jamannya, liriknya yang sangat menggugah membuat saya senang mendengarkannya.

I believe the children are our future
Teach them well and let them lead the way
Show them all the beauty they possess inside
Give them a sense of pride to make it easier
Let the children's laughter remind us how we used to be

Everybody's searching for a hero
People need someone to look up to
I never found anyone who fulfilled my needs
A lonely place to be
So I learned to depend on me ……

Bait pertamanya sangat cocok sebagai peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada tgl 23 Juli lalu. HAN diperingati di Indonesia dengan tema “Sehari Tanpa TV.”
Kampanye yang sangat baik bagi perkembangan mental anak-anak, mudah-mudahan bisa berhari-hari tanpa tv.

Televisi memang salah satu teknologi yang sangat potensial membentuk opini, karakter, dan budaya masyarakat dengan sangat cepat. Bila program yang ditayangkan positif maka akan terbentuk masyarakat yang positif, tetapi jika sebaliknya tentu akan sangat merugikan, dan anak-anak merupakan “korban” pertama yang sangat mudah terpengaruh acara televisi.

Program televisi yang buruk, bukan hanya monopoli televisi Indonesia, kami di Eropa juga mendapatkan banyak program televisi yang buruk. Bila kita membaca berita-berita dari berbagai negara, dapat ditarik kesimpulan bahwa program televisi lebih banyak efek buruknya daripada efek baiknya bila dikonsumsi oleh anak-anak.

Saya dan isteri termasuk jarang menonton televisi semenjak anak-anak, remaja hingga punya anak, sehingga anak-anak kamipun tidak terbiasa menonton televisi. Apalagi di Italia ini acara yang diperkirakan cocok untuk anak-anak ternyata diselipkan juga hal-hal yang “dewasa”, sehingga untuk amannya, matikan saja televisi.

Dengan tidak menonton televisi, anak-anak mempunyai banyak waktu untuk macam-macam aktivitas seperti menari, mengambar, menyanyi, bermain air atau bahkan mengobrak abrik tumpukan kertas, merusak benda-benda dan mainannya atau bermain di kebun saat musim panas hingga badannya gatal-gatal digigit nyamuk.

Bermain bagi anak-anak adalah belajar. Belajar secara natural akan menuntun anak tersebut menuju “jalannya” sendiri. Sehingga anak-anak akan tumbuh besar menjadi dirinya sendiri dan mandiri. ****antz****

Thursday, July 27, 2006

Sertifikasi kompetensi

Setelah dipersilahkan untuk bertanya oleh moderator Romi Sukaryo, dalam seminar imajiner, beberapa peserta mengacungkan tangan untuk bertanya.

Kriptografer dari Torino, Batista Hasibuan, menanyakan mengapa perlu secara periodik dilakukan sertifikasi ulang bagi profesional kripto.

Dadang Made Sitanggang, pembicara kedua, mencontohkan bahwa pada kenyataannya seorang kriptografer yang lulus akademi tahun 1991 bila tidak melakukan pembelajaran sendiri secara terus-menerus pasti secara keilmuan akan jauh tertinggal dari mereka yang lulus tahun 2004. Kemudian lanjut Dadang, bahwa sesungguhnya bukan sertifikasi ulang profesional kripto, tetapi yang dimaksud adalah sertifikasi kompetensi, semacam pendidikan dan pelatihan penjenjangan yang terorganisir.

Lebih lanjut Dadang menjelaskan bahwa pendidikan dan pelatihan penjejangan akan memberikan arah yang jelas bagi para kriptografer dalam meningkatkan kompetensinya, disamping tentunya perlu melakukan pembelajaran sendiri secara terus-menerus. Bila pendidikan dan pelatihan penjenjangan tersebut tidak diorganisir, maka kompetensi kriptografer dalam satu tingkatan kriptografer menjadi tidak dapat diukur. Tingkatan kriptografer menjadi tidak mencerminkan kompetensi dari kriptografer, karena akan tergantung dari pembelajaran secara mandiri individu tersebut.

Penanya kedua, Randy Macapagal, seorang kriptografer dari Sicilia menyatakan bahwa walaupun seorang kriptografer telah melakukan pembelajaran secara mandiri sehingga memiliki kompetensi yang lebih baik, akan tetap dihargai “segini” saja. Jadi buat apa bersusah payah melakukan pembelajaran kalau hasilnya sama saja dengan yang cuek.

Pernyataan Randi didukung oleh Orton Sukesah, kriptografer dari Trieste, yang menyatakan bahwa dirinya sebentar lagi akan pensiun, jadi buat apa bersusah payah meningkatkan kompetensi, toh tidak banyak gunanya. “Saya sudah hampir pensiun juga gini-gini saja” timpalnya.

Moderator Romi Sukaryo merasa perlu menjelaskan bahwa yang dimaksud “segini saja” oleh Randi Macapagal dan Orton Sukesah adalah kriptografer yang bekerja di Kementerian Antar Negara (Kemane). Yang mana para kriptografer yang bekerja di Kemane merupakan para petugas kripto yang saat ini statusnya adalah staf non diplomatik, sehingga tidak memungkinkan peningkatan karir di jenjang struktural lebih tinggi.

Menanggapi pernyataan itu Dadang, direktur Sekolah Tinggi Kriptologi Bandung, hanya tersenyum. Sebagai seorang pakar pendidikan, Dadang paham betul bahwa pendidikan dan pelatihan hanya dapat berguna bila ada semangat belajar “dari dalam” diri seseorang. Pendidikan dan pelatihan tidak dapat dipaksakan dari luar, seperti halnya semangat untuk maju.

Setelah terdiam beberapa saat Dadang menanggapi bahwa angin perubahan kadang bertiup kearah yang tidak terduga. Yang dapat kita lakukan hanyalah mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu angin perubahan menyapa kita.

Sebelum berpindah ke penanya berikutnya, Dadangpun mengutip sebuah filosofi “what you think is what you get”, usahakan setiap hari berpikir positif agar mendapatkan hasil yang positif. ***antz***

Thursday, July 20, 2006

Pendidikan kripto berkelanjutan

Sesi kedua seminar imajiner menampilkan pembicara Dadang Made Sitanggang, seorang pakar pendidikan kripto di Indonesia yang juga direktur Sekolah Tinggi Kriptologi Bandung. Beliau membawakan tema “Pendidikan kripto berkelanjutan”.

Dalam makalahnya, beliau mengutarakan bahwa tuntutan kompetisi yang sangat tinggi sekarang ini membutuhkan pelatihan dan pendidikan yang berkelanjutan dari para kriptografer di Indonesia. Secara khusus menjadi sangat penting diperhatikan karena profesi kripto merupakan profesi yang tertentu (ceruk yang kecil). Bahkan kemajuan teknologi informatika dan komunikasi, walaupun tidak akan mengeliminir profesi kripto yang lebih tinggi levelnya, dapat menjadi substitusi profesi operator kripto.

Prinsip belajar terus-menerus secara berkelanjutan menjadi kebutuhan mutlak bagi profesional kripto yang ingin terus tetap eksis dalam perubahan akibat kemajuan ilmu dan teknologi informatika dan komputer, terang Dadang.

Lebih lanjut Dadang menjelaskan beberapa prinsip dari pendidikan kripto berkelanjutan yaitu :

1. Peningkatan kompetensi berkelanjutan.
Kompetensi seseorang merupakan kemampuan untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan perkembangan trend yang dari waktu ke waktu terus berkembang.
Bahkan sertifikasi kompetensi seseorang juga perlu diperbarui secara periodik dan senantiasa mengupayakan naik ke jenjang kompetensi yang lebih tinggi. Oleh karenanya pelatihan dan pendidikan seharusnya dilakukan dengan prinsip belajar terus menerus dalam rangka meningkatkan kompetensi secara berkelanjutan.

2. Tidak ada kata terlambat
Belajar di bangku SD dimulai paling cepat pada umur 6 tahun. Tetapi tidak ada batasan 'paling lambat' kapan seseorang mulai belajar. Demikian juga dalam mengikuti pendidikan dan pelatihan kripto. Seringkali kesempatan mengikuti pelatihan dan pendidikan dengan modul tertentu baru bisa terbuka setelah sekian tahun bekerja, karena faktor pemerataan pemberian kesempatan dan sesuai dengan jenjang karier yang dicapai seseorang. Dalam situasi seperti ini memulai belajar dengan mengikuti pelatihan dan pendidikan pada usia berapapun dapat tetap dinikmati dan disyukuri. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Lebih baik terlambat daripada tidak pernah. Never too old to learn.

3. Mengejar kemajuan teknologi
Perkembangan teknologi berjalan dengan percepatan lebih besar dalam beberapa tahun terakhir ini. Kalau terlambat mengikuti perkembangan, bisa jadi akan tidak mampu bersaing dengan orang lain dan berdampak pada menurunnya kinerja dan prestasi. Hanya dengan prinsip belajar berkelanjutan yang terus menerus, ketertinggalan tersebut bisa dikejar. Dan hal demikian juga berarti bahwa tidak bisa seluruh pengetahuan dan teknologi hendak dikuasai sepenuhnya dalam satu masa pembelajaran. Harus dilakukan pembaruan secara berkelanjutan.

4. Belajar aplikatif
Banyak cerita 'miring' mengatakan bahwa mahasiswa yang 'terlalu banyak belajar' umumnya akan jadi 'pemikir tulen' yang hanya terus menerus berpikir tanpa peduli pada hasil pemikirannya. Dan hasilnya hanya pemikiran untuk dipikir kembali.
Tentu saja gaya belajar seperti ini tidak praktis. Dan karenanya diperlukan proses belajar aplikatif yang memadukan pengetahuan dan kepraktisan. Dan karena memadukan keduanya seringkali tidak mudah, tidak heran banyak proses belajar yang hanya menghasilkan 'orang pintar'.
Dalam konteks seperti ini, belajar ketika sudah tidak muda lagi merupakan proses pembelajaran yang lebih efektif. Dan hal demikian banyak ditemukan di program pendidikan kelas eksekutif yang pesertanya sudah banyak berpengalaman di pekerjaan riil. Jadi, belajar ketika 'tidak muda lagi' tidak perlu disesali, bahkan perlu disyukuri.

5. Belajar dengan melakukan
Eksekutif dan profesional sekarang ini tidak 'doyan' dengan pelatihan yang terlalu konseptual teoritis. Kalau mau yang konseptual teoritis, tempat belajarnya di kampus.
Tempat terbaik untuk belajar dengan prinsip belajar dengan melakukan adalah di tempat kerja. Dan itu bisa dilakukan kapanpun juga. Bahkan semakin senior seseorang, maka kesempatan untuk belajar dengan melakukan juga semakin besar.

Sebagai penutup Dadang menyimpulkan bahwa kesemua prinsip belajar terus menerus di atas terbukti lebih efektif diberlakukan di 'tempat belajar' dunia nyata. Terkahir, belajar sambil rekreasi juga memungkinkan berjalannya prinsip belajar terus menerus.

Moderator Romi Sukaryo kemudian mempersilahkan peserta seminar imajiner untuk bertanya. Silahkan ***antz***

Wednesday, July 19, 2006

Gempa akibat mistik

Untuk kesekian kalinya Pietro membaca koran tentang berita bencana alam di Indonesia. Pietro sangat prihatin dan berdoa semoga bangsa Indonesia tabah menghadapi cobaan ini. Ada yang sangat menarik perhatian Pietro pada berita hari ini yaitu adanya komentar bahwa bencana alam ini karena “tangan panas” Presiden SBY. Ada juga yang menghubungkan bencana alam yang bertubi-tubi ini karena kutukan bagi bangsa Indonesia. Komentar lainnya mengatakan bahwa kalau Megawati tetap jadi presiden, bencana tidak akan terjadi.

Pietro tak mengerti mengapa di jaman teknologi informasi dan komunikasi ini masih banyak yang menganut paham animisme. Paham mistis yang biasanya dianut oleh orang-orang “jaman batu” dan belum mengenal sekolah.

Dalam pikiran Pietro, bencana alam ini adalah akibat pergerakan kulit bumi. Gerakan kulit bumi yang melepaskan energi itulah yang mengakibatkan gempa. Bila pusat gempa berada di laut maka akan mengakibatkan “riak” air laut yang disebut gelombang. Bila gelombang itu besar dan merambat ke daratan, maka disebutlah tsunami.

Gerakan kulit bumi ini akan terus berlangsung dan “tumbukan” antar kulit bumi ini akan terjadi dalam setiap periode tertentu. Sehingga siapapun Presiden Indonesia yang bertugas, bila sudah saatnya kulit bumi “bertumbukan”, maka gempa pun tetap terjadi.

Yang perlu dilakukan saat ini adalah memprediksi kemungkinan munculnya gempa dan akibat yang ditimbulkannya sehingga kita dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasinya. Selain itu Pietro percaya bahwa Alloh tidak akan menguji kita diluar batas kemampuan kita menanggungnya. ***antz***

Sunday, July 16, 2006

Membombardir dengan informasi

Setelah selesai melakukan tugasnya di Italia, Johan menyempatkan diri untuk melihat-lihat kota Roma yang konon menurut informasi yang ia dapatkan, sangat cantik. Sebelumnya Johan juga telah membaca buku “Petunjuk Wisata di Roma”, sehingga ia sedikitnya telah mengetahui beberapa objek wisata yang akan dikunjunginya.

Setelah melihat-lihat Basilica Santo Pietro, Castel Sant’ Angelo, Fontana di Trevi, Monumento Vittorio Emmanuelle II, Colosseo, Foro Romano dan Circo Massimo, Johan sangat kagum betapa dahsyat Italia membombardir calon wisatawan dengan informasi yang diciptakannya. Pasalnya Circo Massimo yang digambarkan sangat indah di buklet wisata, ternyata secara fisik hanyalah hamparan tanah kosong yang dipagari.



Jadi Johan dibawa ke tanah kosong tersebut dan diceritakan bahwa dulunya ditempat ini selalu diadakan adu menunggang kereta kuda seperti di film Ben Hur. Sebuah wisata “imajiner” ! Belum lagi mitos membuang uang di Fontana di Trevi yang katanya dapat membuat sang pelempar uang tersebut suatu suatu hari nanti dapat kembali lagi ke Italia, dimana dalam sehari uang yang dikumpulkan di kolam Trevi tersebut pernah mencapai € 300,-

Johan paham betul teknik perang informasi. Sehingga menciptakan informasi tertentu dan menyebarkan dengan tepat akan membuat orang-orang mempercayainya. Walaupun kenyataannya tidak terlalu hebat, tetapi bila dalam pikiran orang tersebut kehebatan sudah tertanam maka “pandangan” yang keluar adalah kehebatan seperti yang telah tertanam di pikirannya.

Lebih luas Johan juga melihat bahwa pandangan dunia telah disopiri oleh CNN, CNBC, Herald Tribun, Times dan lain sebagainya. Hampir tak menyisakan untuk “pandangan seperti apa adanya”. Televisi, koran, buku-buku dan internet telah menjadi senjata untuk mengukuhkan kepentingan.

Di tanah air, terlihat sekali bahwa televisi telah menjadi senjata ampuh untuk mengubah gaya hidup orang Indonesia. Saat televisi berlomba-lomba menayangkan acara mistik, maka sebagian besar rakyat Indonesia hidup dalam dunia gaib. Kemudian saat acara infotainmen membombardir pemirsa, maka sebagian besar rakyat Indonesia hidup dalam dunia sinetron.

Dalam perjalanan pulang di pesawat, Johan mulai merancang untuk menciptakan informasi dan menyebarkannya dengan tepat sehingga diharapkan dapat membuat organisasinya terus eksis dalam setiap perubahan. ***antz***

Saturday, July 15, 2006

Kripto untuk semua orang

Dalam menyikapi angin perubahan di organisasinya, Johan menghadiri sebuah seminar imajiner yang diselenggarakan oleh Instituto La Sicurezza di Milano Italia, yang mengangkat sebuah tema “Kripto untuk semua orang”.

Salah satu pembicara, Bucek Lioneer, seorang pakar kriptologi dari Jakarta yang diundang khusus ke seminar ini menjabarkan yang intinya bahwa dalam era teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini, kriptografi sudah dipakai dalam semua produk komunikasi yang merupakan kebutuhan sehari-hari dan dalam juga setiap perangkat penyimpan data.

Saat ini kriptologi bukan lagi merupakan salah satu sisi dari sebuah coin, tetapi sudah merupakan elemen dari coin itu. Sehingga operasional kriptografi yang dulu masih dapat terasakan secara fisik, kini tidak dapat lagi dirasakan karena kriptografi tersebut telah menyatu dalam prosesnya.

Konsekuensinya, lanjut Bucek, kalau dahulu petugas khusus yang menangani operasional kriptografi masih sangat diperlukan, kini tidak lagi merupakan kebutuhan utama, karena tugas-tugasnya telah diotomatiskan oleh teknologi tersebut. Sehingga setiap orang yang membeli perangkat teknologi komunikasi dan/atau penyimpan data dapat mengoperasikan alat tersebut tanpa bantuan operator kripto.

Bucek mencontohkan, saat ini dapat dengan mudah dijumpai di toko-toko komputer dan komunikasi, produk-produk baik hardware maupun software dengan kriptografi didalamnya seperti Network Security, Storage Solution, Web Server dan lain sebagainya.

Dalam sesi diskusi, salah seorang peserta dari Bandung, Dudung Taraja, melontarkan pertanyaan “apakah itu berarti operator kripto tidak membutuhkan sertifikasi kripto ?”

Dijawab oleh Bucek bahwa sesungguhnya operator kripto saat ini adalah yang biasa disebut dengan end user, dan end user tidak memerlukan sertifikasi kripto.

Mendengar jawaban tersebut, Nakula, seorang pegawai di departemen Sambung Info, menyela “kami dari departemen Sambung Info selama ini bertugas mengelola informasi yang diproses melalui kriptografi, nah kalau nantinya pekerjaan kami dilakukan oleh end user, kami akan kehilangan pekerjaan.” “Sedangkan kami mengabdi disini sudah cukup lama”, lanjut Nakula.

Bucek menambahkan bahwa perubahan memang membawa konsekuensi, salah satunya adalah mengeliminir pekerjaan-pekerjaan tertentu. Tetapi perubahan juga akan menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru.

Nah, lanjut Bucek, sekarang tergantung dari kita sendiri apakah kita ingin menjadi sopir dari perubahan sehingga kita dapat mengatur arah perubahan itu atau kita biarkan perubahan menggilas kita karena kita takut akan perubahan itu. Lebih lanjut Bucek menjelaskan bahwa kalau kita menjadi sopir perubahan, kita dapat mengantisipasi seandainya kita perlu bergeser posisi.

“Jadi kira-kira pekerjaan baru apa yang diciptakan oleh perubahan ini ?” tanya Nakula.

Bucek pun menjelaskan bahwa dengan sedikit peningkatan kemampuan, seseorang yang telah mempunyai sertifikat kripto dapat naik menjadi analis kripto atau administrator kripto atau pembuat produk-produk kripto dan lain-lain.

Karena waktu yang terbatas maka moderator, Romi Sukaryo, menyimpulkan diskusi dan kemudian menutup sesi pertama untuk dilanjutkan pada sesi kedua dengan pembicara lainnya.***antz***

Wednesday, July 12, 2006

Mengungkapkan pendapat

Baru saja Pietro membaca berita tentang mahasiswa yang berunjuk rasa dengan menyerang kantor Rektorat dan mahasiswa lainnya. Berita seperti ini bukan berita pertama yang dibaca Pietro, sudah banyak berita anarkisme mahasiswa dan/atau orang-orang intelektual / akademisi seperti ini yang telah dibacanya. Sebuah berita yang sangat ironis. Ironis karena sesungguhnya mahasiswa/kampus adalah orang-orang intelektual / akademisi yang seharusnya mengedepankan otak daripada otot.

Pietro melihat ada kesamaan yang terjadi di lingkungan departemen yang ia pimpin. Para staff Pietro adalah orang-orang dengan pendidikan cukup tinggi, tetapi mengemukakan pendapat dengan cara lisan atau tulisan cukup memprihatinkan. Bahkan ada pula yang menuliskan kronologi sebuah kejadian saja membutuhkan waktu berjam-jam itupun sudah dibantu staf lainnya.

Dalam pikiran Pietro, tentu ada yang perlu diubah dari sistim pendidikan di Indonesia, karena kebanyakan para intelektualnya lebih senang mengungkapkan pendapat dengan otot daripada dengan argumen yang baik. Tugas yang sangat berat bagi Pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan ini.

Dalam keprihatinannya kepada staf tersebut, Pietro mendapati putri tertuanya yang duduk di kelas dua sekolah dasar negeri di Roma, Italia menuliskan pengalamannya saat piknik sekolah dalam sebuah cerita pendek yang baik. Cerita pendek itu bukan yang pertama Pietro baca, anak tertuanya selalu membuat cerita pendek dan bergambar untuk berbagai ungkapan pendapatnya. Bahkan anak keduanya yang masih di taman kanak-kanak sering mengungkapkan pendapatnya dengan menuliskan kalimat pendek atau gambar-gambar.

Dalam acara akhir tahun program sekolah, Pietro mengetahui bahwa ternyata guru-guru anaknya di sekolah selalu memberi tugas menggambarkan dan menuliskan pengalaman, pendapat ataupun perasaan murid-muridnya. Sehingga walaupun pelajaran di sekolah tersebut terlihat lebih sedikit dan lebih sederhana, namun terbukti lebih dapat merangsang pikiran kreatif siswa. ***antz***

Tuesday, July 11, 2006

Angin perubahan

Sudah dua hari ini Johan uring-uringan, pasalnya hasil rapat restrukturisasi organisasi kemarin mengeliminasi departemen yang dia pimpin. Fungsi departemennya akan dilakukan oleh semua manajer menengah di seluruh lini organisasi. Dan tugas dia selama masa persiapan tersebut adalah melatih para manajer itu.

Bagaimana Johan tidak uring-uringan, dia telah bekerja bertahun-tahun dalam bidang tersebut, dan setelah mendekati masa pensiun dia mendapati profesinya hilang karena kemajuan TI. Bahkan diapun harus membagikan ilmunya kepada orang lain yang menurutnya “bukan ahlinya”.

Abad informasi telah merubah segalanya dengan kecepatan yang tidak diperkirakan. Ketika perubahan terjadi, ada keinginan kuat untuk melawan yang amat tipikal, karena kenyamanan dan keterjaminan dari profesi yang selama ini dinikmati, dikhawatirkan hilang.

Yang dulu adalah sebuah rencana yang bagus, sekarang merupakan rencana yang usang, sehingga perlu dilakukan perencanaan ulang. Pimpinan organisasi yang baik tahu betul hal itu sehingga agar organisasinya dapat bertahan dalam gelombang perubahan itu, perlu terus menerus menata ulang menyesuaikan dengan gelombangnya.

Dan pimpinan organisasi tersebut sadar betul bahwa perubahan ini akan memberikan hal yang positif bagi sebagian karyawan dan hal yang negatif bagi sebagian karyawan lainnya. Tetapi ada juga karyawan yang tidak merasakan apa-apa.

Kembali kepada Johan, ternyata Johan tidak merasakan hal positif dari perubahan itu. Perubahan terasa sangat menyakitkan bagi masa depannya. Sehingga semangat kerjanya langsung turun, emosinya menjadi tinggi dan terbersit keinginan untuk melakukan “pembalasan” terhadap organisasinya. Suatu hal yang dulu tidak terdapat pada diri Johan.

Dalam kegelisahannya tersebut Johan membaca sebuah artikel di koran berjudul “Bagaimana mengelola perubahan”. Tiba-tiba Johan memperoleh titik terang, semangatnya seketika pulih kembali, tak sabar ia mulai menuliskan dalam agendanya hal-hal yang perlu dilakukan menyikapi penghapusan departmen yang ia pimpin itu, bagaimana mengatur seluruh staf di departemennya agar mendapatkan pendidikan dan pelatihan untuk tugas lain dan mulai mengatur jadwal pelatihan bagi manajer menengah yang akan melakukan fungsi departemennya. Hal positif yang ia lakukan saat restrukturisasi ini mengantar Johan menjadi pimpinan di departemen pemberdayaan manusia.

Yang membuat Johan seketika bersemangat kembali ternyata kalimat “Andalah yang memilih untuk bersikap positif atau negatif dalam angin perubahan. Bahkan andapun dapat memilih tidak bersikap apa-apa.” Dan Johan tahu persis semua pilihan akan memberikan konsekuensi tertentu. **antz**

Monday, July 03, 2006

Berperahu di sungai Tevere

Arisan bulanan yang biasa diadakan bersama masyarakat Indonesia di Italia, minggu pertama bulan Juni 2006 ini akan diadakan di atas perahu, arisan istimewa menyambut musim panas, dan karena diadakan hari Sabtu maka peserta arisan bisa membawa keluarga.

Temperatur pagi hari Sabtu udara musim panas menunjukkan angka 21° C kami sudah siap-siap membawa peralatan piknik mengarungi sungai. Jam 09.15 kapal yang kami tumpangi mulai bergerak dari ponte (jembatan) Marconi di kota Roma menuju kota Ostia Antica dengan jarak sekitar 40 km.

Kapal Batteline ditumpangi 2 rombongan. Sepanjang perjalanan sang Nahkoda yang merangkap tour guide bercerita tentang apa saja yang kami lewati, dari mulai gereja ternama, jembatan tua, kura-kura kecil yang sedang berjemur, sampai tikus air yang kami kira seekor berang-berang.

Begitu hebohnya sang Nahkoda memanggil miss Donna (sebutah si nahkoda untuk tikus air tersebut), sehingga semua penumpang ingin melihat ke sisi kiri. Dari jauh terlihat seekor binatang air berenang dengan cepat menyambut sebuah roti yang dilemparkan seseorang. Begitu mendekat tahulah kami itu adalah tikus air, dan kami semua (yang orang Indonesia) tertawa. “Wah kalo cuman tikus sih di Ciliwung seabrek-abrek” celetuk salah seorang rombongan.

Sungai Tevere ternyata tidak terlalu indah, sampah, rumah gelandangan dan air yang kotor menjadi pemandangan sepanjang perjalanan.

Sekitar jam 12.15 dengan udara sekitar 32° C, kami tiba di Ostia Antica, kota Ostia kuno. Kota tersebut saat ini telah menjadi puing-puing, bagi penggemar sejarah tentulah kota tersebut sangat menarik.

Setelah selama 2 jam mengelilingi kota tua Ostia, kami berperahu lagi menuju restoran Sea Food. Tepat jam 15.00 kami baru menyantap makanan pembuka. Kami makan siang ala Italia, menu pembuka, menu pertama, menu kedua, salad dan desert. Terakhir jam 16.30 kami minum kopi penutup.

Jam 17 kami kembali ke Roma dengan menggunakan bus. Dalam bus saya berimajinasi seandainya kali Tevere adalah Ciliwung, tentu lama-lama air kali Ciliwung semakin membaik. Sebab kalau kali tersebut menjadi area wisata pasti bermacam-macam peraturan lingkungan sungai yang ada sekarang ini dapat diharapkan “bertaring”.***antz ***