Wednesday, November 01, 2006

Pahlawan digital

Roma, Sugianto. Pada bulan Nopember ini sebentar lagi kita akan memperingati Hari Pahlawan. Yang kita peringati tentu jasa-jasa, semangat, mental, nilai perjuangan dan patriotisme mereka yang telah berkorban untuk mempertahankan dan membela negara dan bangsa Indonesia dari segala ancaman dan gangguan yang hendak menhancurkan dan menjajah negeri ini.

Dahulu para penjajah yang hendak kita perangi sangat terlihat jelas. Senjata merekapun sangat menakutkan dan dapat membunuh manusia dengan seketika dan mengenaskan. Saat ini, di abad informasi digital, para penjajah sangat samar, dengan senjata yang sangat menyenangkan dan membuai. Akibat dari senjata itupun tidak segera terlihat, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyadari kerusakan dari senjata penjajah abad digital ini. Namun hal yang tetap sama dari para penjajah adalah motifnya, yaitu penguasaan ekonomi.

Televisi sebagai media informasi digital yang menghadirkan suara dan gambar yang sangat baik, termasuk senjata favorit yang digunakan para penjajah untuk menguasai perekonomian sebuah negara. Berita-berita yang menggiring opini dunia, iklan-iklan produk kebahagiaan dan kenyamanan dunia, video klip yang menjadi panutan mode dan metode hidup enak tanpa kerja serta konsumerisme dihadirkan dengan terus menerus selama 24 jam, 7 hari seminggu alias non-stop terus-menerus.

Akibat informasi bombastis media televisi tersebut, dapat terlihat dari mulai anak-anak sampai pertumbuhan ekonomi nasional negara.

Anak-anak lebih mencintai televisi daripada bermain yang kreatif atau membaca bahkan ada yang selalu merengek meminta mainan yang diiklankan di televisi. Anak-anak korban mode selalu iri bila ada temannya yang memiliki mainan atau barang-barang tertentu yang diiklankan di televisi secara terus-menerus. Para remaja korban mode lebih heboh lagi, mereka berpakaian ala artis di video klip, menganggap merokok dan dugem adalah modern dan gaul. Anak-anak tumbuh dalam sikap konsumerisme yang akut.

Dalam skala yang lebih besar, informasi televisi telah mengubah persepsi masyarakat tentang kekayaan, tentang kesuksesan, tentang bekerja dan segi-segi kehidupan lain. Lihatlah pertumbuhan ekonomi negara kita, berapa persennya yang terjadi dari nilai tambah produksi ? dan berapa persennya yang terjadi karena meningkatnya konsumsi ?

Peningkatan konsumsi yang lebih tinggi dari peningkatan produksi hanya akan mengakibatkan keluarnya devisa negara secara teratur dan semakin besar ke luar negeri. Dan keluarnya devisa yang lebih besar dari pemasukan, akan mengakibatkan negara dalam posisi tawar yang rendah di forum internasional. Dengan kata lain negara telah tergadai.

Opini yang didengung-dengungkan secara terus menerus oleh para “ahli ekonomi dunia” sesungguhnya adalah demi kepentingan mereka. Contoh paling nyata adalah masalah subsidi. Misalnya di Italia sebagai negara yang termasuk kelompok 8 negara ekonomi besar dunia (G8). Lihatlah proteksi produk dasar dan pertaniannya, bandingkan dengan proteksi produk dasar dan pertanian kita.

Dalam negara yang sebagian besar penduduknya telah sangat konsumtif, perlu banyak pahlawan setingkat kemampuan Superman untuk dapat membalikkan keadaan dengan cepat. Dan tentunya Superman hanya ada di dunia fiksi.

Bagaimana di dunia nyata ?

Didunia nyata para pahlawan tentunya manusia biasa, yang melakukan perubahan dengan strategi jangka panjang, dalam skala kecil tetapi hasilnya pasti dan berdampak luas dikemudian hari. Banyak sekali pahlawan tersebut hadir disekeliling kita tanpa kita ketahui. Mereka bukan aktifis LSM, bukan pejabat, bukan tokoh terkenal, bukan ulama, bukan konglomerat, ataupun seorang ahli. Mereka adalah orang tua yang mendidik anak-anaknya untuk tidak kecanduan televisi, mendidik anak-anaknya untuk tidak konsumtif, dan mendidik anak-anaknya agar menjauhi hidup yang tidak sesuai dengan nilai agama.

Semua kan tergantung orangnya. Biarpun televisi ngiklanin habis-habisan suatu produk, kalo gak kita tanggepin sih gak akan ngaruh !”

Betul !

Namun manusia adalah mahluk kebiasaan. Hari pertama sampai bulan pertama informasi “A” dianggap salah, namun karena setiap hari mendengar informasi “A”, maka lama-lama “A” akan dianggap suatu kebenaran dan akhirnya akan diikuti.

No comments: