Saturday, March 24, 2007

Belajar dari negara lain

Ketika membuka Kompas online, dibagian kotak KoKi ada sebuah bait yang menggelitik, setelah saya klik, isinya memang hhhmmmm

Ini dia :

Dalam kunjungannya ke Singapura dibulan Nopember 1978, Deng Xiao Ping bertemu dengan Lee Kuan Yew. Kesan Lee : "Tinggi tubuh orang pendek ini hanya 4 kaki, tetapi Deng adalah seorang pemimpin besar".

Lee menyediakan sebuah PISPOT (tempat meludah dimana budaya jorok orang China kuno masih dianut oleh kebanyakan pemimpin China ketika itu) dan sebuah ASBAK (kebiasaan buruk merokok ditempat umum) didepan kursi Deng. Demikian pula pada resepsi makan malam bersama, Lee menyediakan juga Pispot dan Asbak. Yang mengejutkan, selama kunjungan itu Deng sama sekali tidak meludah maupun merokok, setidaknya didepan Lee dan para pembesar Singapura padahal Deng adalah perokok berat.

Kata Deng : "Ketika aku singgah di Singapura dalam perjalananku menuju Marseilles (Perancis) ditahun 1920 - Singapura adalah tempat kumuh. Anda telah mengubahnya menjadi indah seperti sekarang. Selamat !"

Jawab Lee : "Terima kasih. Apa yang kami bisa lakukan, kalian akan mampu lakukan lebih baik. Kami adalah keturunan imigran melarat dari China Selatan. Tetapi kalian memiliki para mandarin (birokrat), penulis, pemikir dan orang-orang berotak cemerlang. Kalian bisa melakukannya lebih baik".

Deng termenung memandang Lee tanpa berkata sepatahpun.

Namun dalam perjalanan keliling di propinsi China Selatan, Deng tidak sungkan atau malu, selalu berseru kepada rakyat China :
"BELAJARLAH DARI SINGAPURA !", "LAKUKANLAH LEBIH BAIK DARI MEREKA !".

(The personal Lee, Interview Time Asia)

Zev, saya mencuplik bagian ini untuk arsip di blog saya ya. Terima kasih.

Waktu saya datang ke kota Beijing, Cina di bulan Desember 1995, sesampai di bandara internasional kota itu, bandara tersebut masih jelek dan orang asing yang tidak bisa baca tulisan kanji bisa-bisa tersesat di dalam bandara.

Situasi kota Beijing masih seperti Kota Bandung tahun 1980-an. Jalan rayanya sudah lebar-lebar bahkan ada yang 10 jalur, namun sepi dari mobil yang lewat. Sesekali terlihat mobil mewah Mercedes S-600 milik petinggi partai melintas. Rambu-rambu lalu-lintas di jalan sulit ditemukan yang bertuliskan latin, hampir semuanya kanji. Sehingga orang asing yang tidak bisa membaca huruf kanji tentu bakal tersesat.

Sepeda model tahun 70-an masih sangat banyak dan juga gerobak yang ditarik keledai besar untuk mengangkut bahan pertanian.

Pada saat itu, mencari apartemen yang layak sangatlah sulit dan harga sewanya sangat mahal. Sehingga terpaksa mencari apartemen penduduk yang saat itu masih dilarang untuk disewakan ke orang asing. Saat itu masih dibedakan fasilitas untuk penduduk setempat dengan fasilitas untuk orang asing. Seperti KA, bioskop, apartemen, hotel, tempat konkow dll dengan harga 2 atau 3 kali lipat lebih mahal.

Berinteraksi dengan penduduk setempatpun harus menggunakan bahasa Mandarin, bahasa Inggris tidak dapat dipakai untuk berinteraksi dengan mereka.

Di samping kantor yang lama, sebelum dipindahkan yaitu di San Li Tun Da Jie ada pasar senggol disisi kanan jalan (sekarang pasar senggol itu telah dipindah) dan disisi kiri nya deretan café yang mulai marak bermunculan sekitar awal tahun 1997. Pasar senggol itu layaknya sebuah factory outlet di Bandung, barang bermerek terkenal mudah dijumpai, walaupun keasliannya tidak dijamin.

Tahun 1998 terjadi booming apartemen, sehingga saya dan keluarga bisa pindah dari apartemen penduduk yang apa adanya, ke apartemen yang layak, karena harga sewanya sudah dapat dijangkau.

Saat saya meninggalkan kota Beijing, di pertengahan tahun 2000, kota itu telah jauuuhhh berubah dari saat saya pertama kali menginjakkan kaki di situ. Jalanan sudah mulai macet karena jumlah kendaraan bermotor telah semakin banyak, bandara telah modern dan sangat bagus, gedung-gedung tinggi telah banyak dibangun dan penduduk setempat telah mulai mengenal huruf latin. Rambu lalulintas pun telah ditulis dalam dua tulisan, kanji dan latinnya (pin yin).

Deng Xiao Ping telah memberikan dasar-dasar perubahan China yang spektakuler yang kemudian dilanjutkan oleh Jiang Zhe Min bersama Li Peng (saat itu Presiden dan PM).

Terlepas dari kekuranga mereka, sangat pantas ditiru adalah komitmen para pemimpin itu dalam memajukan negara. Mereka memberi keteladanan yang sangat bagus terhadap apa yang ingin dicapainya.

Dalam kurun waktu itu saya menyaksikan komitmen dan teladan yang baik dari para pemimpin negara dalam memberantas budaya (yang katanya) jorok, mensosialisasikan tulisan latin (buku adalah jendela dunia, bahasa adalah pintunya), memasyarakatkan hidup sehat dan bersih, memberantas korupsi dll. Sehingga saat hari jadi China yang ke-50 (1 Oktober 1999), negara itu telah dikenal sebagai NAGA YANG TELAH BANGUN DARI TIDUR PANJANGNYA.

BELAJARLAH DARI NEGERI CHINA !, LAKUKANLAH LEBIH BAIK DARI MEREKA !, mungkin suatu ketika akan diserukan oleh Presiden RI (entah siapa), sehingga suatu ketika (juga) INDONESIA GEMAH RIPAH LOH JINAWI akan menjadi kenyataan. -antz-

1 comment:

Anonymous said...

amiin mas....benar ya mas, apapun kejadian bisa diambil kebaikannya dan harus jadi pemacu untuk lebih baik :)..selamat berakhir pekan buat mas dan mbak sitta sekeluarga :)..bleibt gesund yaa...

*)Iin