Sunday, August 13, 2006

Kemerdekaan Indonesia dan standar minimal

Beberapa hari lagi bangsa Indonesia akan memperingati hari Kemerdekaannya. Dengan memperingati hari kemerdekaan, diharapkan bangsa Indonesia akan mengingat sejarah pada saat perang kemerdekaan Indonesia melawan penjajahan Belanda. Dengan mengingat sejarah tersebut diharapkan pula bangsa Indonesia menaruh hormat dan belajar dari sejarahnya sendiri untuk mencapai kemajuan demi mengapai cita-cita yang dicanangkan saat merebut kemerdekaan negara Indonesia dari para penjajahnya.

Saat ini, hari kemerdekaan Republik Indonesia diperingati dengan upacara bendera, pesta rakyat, olah raga bersama, memasang umbul-umbul dan bendera di jalan-jalan atau rumah-rumah penduduk, dan untuk kalangan diplomat ada resepsi diplomatik. Semuanya bermuara untuk tujuan yang sangat mulia dari sebuah peringatan hari Nasional bangsanya.

Setelah 61 tahun sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia, bangsa Indonesia telah mengalami berbagai kemajuan fisik yang sangat pesat. Namun kemajuan mentalitas sebagai bangsa besar yang telah merdeka masih perlu terus diperjuangkan.

Salah satu perjuangan mengangkat mentalitas bangsa Indonesia telah diperlihatkan melalui ketegasan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan tetap memberlakukan standar ujian nasional sebagai mutu pendidikan dengan nilai minimal 4,5 di tahun 2006 dan nilai minimal 5 di tahun 2007. Bila siswa-siswa tidak dapat melewati nilai standar tersebut maka siswa tersebut harus mengulangi belajarnya hingga mencapai nilai standar minimal itu dan bukan dengan menurunkan standarnya sehingga bisa dilewati oleh semua siswa.

Dengan skala 1 sampai dengan 10, sesungguhnya standar nilai minimal 5 sangatlah kecil karena bila diterjemahkan dengan kata-kata berarti kurang dari cukup. Walaupun begitu protes dari berbagai kalangan dan komponen masyarakat sangat banyak. Apakah mereka menghendaki standar nilai minimal 0 (nol) ? Bila benar begitu, buat apa susah payah menyelenggarakan berbagai ujian, tes dan seleksi disekolah dari SD sampai Perguruan Tinggi ?

Tidak perlulah membandingkan dengan standar negara lain, cukup dengan pertimbangan akal sehat dan kemauan politik yang baik untuk kemajuan bersama, maka standar nilai minimal untuk berbagai ujian, tes dan seleksi perlu dilaksanakan dengan baik. Hal ini akan memberikan dampak sangat besar dalam perkembangan mentalitas bangsa Indonesia dikemudian hari. Sebab pengaruh negatif lebih cepat menyebar dari pengaruh positif. Seperti dalam hukum alam ini, menjadi miskin dan gagal tidak memerlukan energi dan usaha, tetapi menjadi sukses dan kaya memerlukan energi dan usaha.

Contoh kongkrit : seorang karyawan dengan kinerja dan prestasi buruk tetapi tetap mendapatkan promosi dan mendapatkan gaji tinggi disamakan dengan karyawan yang berprestasi akan memberikan contoh buruk buruk terhadap organisasi karena akan menumbuhkan sikap apatis karyawan yang berkinerja baik dan berprestasi. Iklim “baik atau buruk sama saja” membuat karyawan akan memilih yang paling ringan dan tidak memerlukan energi untuk mendapatkannya.

Begitu pula bila menurunkan syarat minimal kelulusan dalam proses seleksi hanya demi mengakomodir orang-orang tertentu yang sesungguhnya sudah tidak mampu lagi untuk pekerjaan tertentu dengan berbagai alasan akan membuat oragnisasi dalam lampu merah.

Dalam dunia pegawai negeri (PNS) sangat banyak dijumpai contoh seperti itu dan telah menjadi penyakit organisasi yang akut. Perlu terobosan besar dan keberanian pemimpin organisasi untuk dapat melepaskan diri dari penyakit ini.

Majulah Indonesia………
Merdeka !!!

No comments: