Sebetulnya saya bukan pengamat politik, apalagi ahli politik atau politikus. Namun Pilkada DKI Jakarta terlalu menarik untuk dilewatkan dari pengamatan. Apa menariknya ?
Dalam Pilkada DKI ada 2 pasang calon Gubernur dan Wagub yang merupakan kondisi ideal sebagai pemilihan a la demokrasi (made in barat). Salah satu pasangan calon adalah dukungan dari 20 Partai, sedangkan yang sepasang lagi hanya dari satu partai.
Analisa gampangnya : kalau pasangan calon yang didukung 20 partai menang, apa yang terjadi ? Tentunya (ini jelas akan dibantah oleh ybs, walaupun dilakukan oleh ybs) akan ada “imbal jasa”. Ya, akan ada permintaan kepada Si Terdukung (Gubernur dan Wagub) yang menang untuk memberikan “jatah” jabatan atau apa saja yang sepadan karena dukungannya tersebut. Lha wong sudah mendukung kok gak dapet apa-apa.
Kalau pemerintahan daerah disopiri oleh pejabat-pejabat yang duduk di jajaran Pemda hanya berupa balas jasa, apa yang akan didapat oleh DKI Jakarta dan warganya ?
Saya bukan pendukung PKS yang mencalonkan Cagub dan Wagub sendirian. Tapi saya hanya berfikir secara logis dengan asumsi pengalaman demokrasinya
Secara teori akan jauh lebih baik pemerintahan daerah yang dilakukan oleh Cagup dan Cawagub dukungan satu partai dari pada 20 partai. Karena tentu kader yang disiapkan menduduki jabatan tertentu bisa dicari yang profesional baik dari kalangan partainya sendiri maupun non-partai. Bila didukung oleh 20 partai tentu minimal akan ada 20 jabatan yang harus diberikan kepada ke-20 kader partai pendukungnya itu. Ini tentu mempersulit menentukan apakah kader itu profesional atau tidak.
Tentunya semua kembali berpulang pada warga DKI Jakarta yang akan menentukan pilihannya nanti. Walaupun diantara kedua calon tersebut tidak ada yang sangat istimewa, namun memilih yang terbaik diantara keduanya adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin dapat kita elakkan.-antz-
No comments:
Post a Comment