Membaca berita tentang mantan Presiden RI ke-3 Prof. B. J. Habibie yang mendapatkan gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Hasanuddin, membuat saya teringat dengan program beliau yang sangat populer :
Berawal di akhir dan berakhir di awal
Sebuah program evolusi empat tahapan alih teknologi yang dipercepat, yang sangat brilian. Walaupun model program semacam ini sulit dipahami oleh nalar awam yang lebih memprioritaskan komplain, keluhan, protes dan tuntutan atas kemalasan dan ketamakan dalam hidupnya.
Empat tahapan alih teknologi itu: (1) memproduksi mesin/teknologi berdasarkan lisensi utuh dari industri mesin/teknologi negara lain; (2) memproduksi mesin/teknologi secara bersama-sama dengan industri negara lain; (3) memproduksi mesin/teknologi dengan mengintegrasikan seluruh teknologi dan sistem yang paling mutakhir yang ada di dunia menjadi sesuatu yang sama sekali baru / didesain baru; dan (4) memproduksi mesin/teknologi berdasarkan hasil penelitian/riset kembali dari awal.
Terlepas dari pro dan kontra atas program tersebut, nyatanya saat itu Habibie telah dapat mewujudkan karya besar dengan menciptakan N250, sebuah pesawat berkapasitas 50-60 tempat duduk, yang murni didesain dan dibuat oleh putra-putra terbaik bangsa Indonesia yang tergabung dalam PT IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara).
Satu hal yang selalu menjadi kendala dalam melaksanakan program alih teknologi sampai pada sebuah penelitian awal adalah dana yang besar dan hasil yang tidak segara tampak.
Penelitian dari awal pastilah memakan waktu yang lama dan sumberdaya yang tidak sedikit. Selain itu hasil penelitianpun tidak selalu bisa segera dihasilkan atau dimanfaatkan.
Tengoklan penelitian-penelitian didunia mulai dari lampu listriknya Thomas Alfa Edison hingga penelitian virus flu burung. Semua penelitian tersebut memakan waktu yang lama disertai biaya yang besar. Belum lagi kekuatan fisik dan mental yang harus dijaga oleh para penelitinya.
Dalam budaya ingin serba cepat saat ini (budaya instan), penelitian awal semacam itu menjadi kegiatan yang kurang populer, tidak mendapatkan perhatian dari pimpinan dan bahkan dianggap tidak ekonomis karena produknya belum layak dipasarkan atau masih banyak bug, misalnya.
Namun dalam jangka panjang, negara atau institusi atau perusahaan yang secara konsisten melakukan penelitian, akan menjadi produsen pemenang dalam persaingan global. Sedangkan negara atau institusi atau perusahaan yang mengabaikan penelitian, apapun alasannya, akan menjadi pecundang dan hanya menjadi target pasar.
Bila anda adalah seorang pemimpin sebuah elemen lembaga negara atau sebuah institusi atau perusahaan, manakah yang akan anda pilih, menjadi produsen pemenang ataukah menerima kekalahan dan hanya menjadi target pasar ? -sugianto-
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment